Perspektif Lansia : Teknologi Untuk Kami?

Perspektif Lansia : Teknologi Untuk Kami?

Perspektif Lansia : Teknologi Untuk Kami?
Comments

Written by

Perkenalkan, kami Rudi dan Agnes. Hari ini, kami ingin bercerita tentang petualangan kami menjelajahi dunia digital. Ini kisah yang penuh tantangan, tapi juga banyak hal seru yang kami temui.

Meski kami udah berumur, kami tetap semangat mencoba hal-hal baru, lho, termasuk teknologi. Kami ingin tetap terhubung dengan keluarga dan teman-teman, walau terkadang dianggap gaptek.

Awalnya kami merasa cukup sulit beradaptasi dengan gadget. Mata kami sudah tidak sejelas dulu, gerakan juga tidak secepat anak muda.

Seringkali kami merasa frustasi saat mencoba mengerti cara kerja teknologi baru. Saya sempat kesal saat pertama kali mencoba video call dengan cucu kami, gambarnya terbalik, suaranya kecil sekali, ternyata harus diubah ke speaker.

Tapi, saya tidak menyerah. Cucu kami membimbing kami dengan sabar sampai bisa.

Agnes juga punya pengalaman lucu. Waktu itu, ia ingin mengirim foto kucing kesayangan kami ke grup keluarga di WhatsApp. Bukannya kirim foto, malah kirim stiker yang aneh-aneh. Anak-cucu kami sampai tertawa terbahak-bahak. “Nek, ini bukan foto kucing, tapi stiker dinosaurus!” katanya.

Meski begitu, media sosial jadi jembatan penting bagi kami untuk mengobati rasa kesepian. Kami aktif di WhatsApp dan Facebook. Tiap hari, Agnes rajin berbalas komentar dan foto lucu dengan teman-teman lama. Kami merasa tetap terhubung dengan dunia luar. Rasanya menyenangkan bisa melihat kabar temanteman dan keluarga, meski dari jauh.

Sayangnya kami sering kesulitan membedakan informasi yang benar dengan yang palsu.

Pernah saya mendapat pesan berantai tentang obat ajaib yang bisa menyembuhkan semua penyakit. Saya hampir percaya, tapi untungnya cucu kami segera memberitahu bahwa itu hoaks.

Dari situ kami belajar pentingnya berpikir kritis dan tidak mudah percaya pada informasi yang belum jelas sumbernya.

Kami juga pernah hampir tertipu. Suatu hari, Agnes menerima pesan dari nomor tak dikenal yang mengaku sebagai cucu kami dan meminta uang karena ditangkap polisi. Untungnya kami segera mengecek ke anak kami dan ternyata itu penipuan. Rasanya ngeri juga kalau ingat kejadian itu. belajar sangat

Di Hari Lansia ini, kami ingin mengajak kalian semua untuk mendukung gerakan literasi digital bagi lansia. Kami percaya, dengan bantuan dan dukungan kalian, kami bisa lebih mahir menggunakan teknologi dan tetap aman di dunia digital.

Mari kita wujudkan Indonesia yang lebih inklusif dan ramah bagi lansia. Kami ingin terus belajar dan berkembang, agar tidak hanya menjadi penonton di era digital ini, tapi juga peserta aktif yang menikmati segala manfaatnya.

Semangat selalu, Kawan Tular Nalar!  Bersama, kita bisa membuat perubahan! 

Salam hangat,
Rudi & Agnes

Related Articles

Perspektif Generasi Z: Lebih dari Sekedar Stigma

Perspektif Generasi Z: Lebih dari Sekedar Stigma

Perspektif Generasi Z: Lebih dari Sekedar Stigma
Comments

Written by

Hai, Kawan Tular Nalar!

Kali ini, mari kita ngobrol tentang perspektif yang sering kali dipahami secara keliru tentang kami, Generasi Z.

Stigma yang seringkali dilekatkan pada kami adalah:

  1. Kecanduan Teknologi: Iya, kami memang tumbuh dengan teknologi di ujung jari kami. Tapi percaya deh, itu bukan karena kami ketergantungan. kami cuma lebih pandai dan aktif memanfaatkannya saja.
  2. Kurangnya Keterampilan Sosial: Bicara soal interaksi sosial, meski lebih banyak beraktivitas online, bukan berarti juga kami tidak menghargai kehadiran dan kehangatan tatap muka. Mungkin memang cara kita berkomunikasi sedikit berbeda dengan generasi sebelumnya, tapi percayalah kalau kami juga tetap paham tata krama kok!
  3. Sikap Entitlement: Kadang orang salah paham, nih. kami cuma pingin dihargai dan usaha kami diakui, tapi bukan berarti kami merasa semuanya harus dihidangkan di depan kami. Ini berarti kami menghargai apa yang kami miliki sebagai modal untuk mendapatkan apa yang sepantasnya kami dapatkan. Tapi ya, memang namanya juga manusia ya, pasti ada saja yang suka kelewatan, dan itu tidak hanya di Generasi Z saja, lho!
  4. Etos Kerja Sesuka Hati: Kami pilih kerjaan yang bikin kami semangat. Kalau dirasa sudah mulai melenceng dari passion, kami tidak takut untuk mengeksplorasi kesempatan-kesempatan baru! Ketika kami terkesan malas, coba dicari penyebabnya, apakah kami overload tapi ragu untuk bicara atau memang kurang cocok dengan passion kami yang sebenarnya.
  5. Mental Health: Kesehatan mental benar-benar kami anggap serius, lho. Bagaimana mau kerja dengan efektif dan efisien kalau kami burnout?

Kami cenderung lebih vokal karena kami kurang suka senyum di depan tapi ngomel di belakang. Dan kami paham betul pentingnya work-life balance.

Kami, Generasi Z, juga punya sisi kreatif yang inovatif yang tak bisa disepelekan. Kami melihat dunia dengan cara yang unik dan tidak takut untuk mencoba hal-hal baru. Meski kadang bisa terlihat cepat bosan dengan rutinitas, tapi tentu saja kami bisa berkontribusi besar jika diberi kesempatan.

Jadi, lihatlah kami bukan hanya dari stigma yang melekat. Coba perhatikan potensi dan semangat kami untuk membuat perubahan. Kami adalah generasi yang siap mengubah dunia, penuh ide dan semangat.

Bila dirasa ada sikap kami yang kurang pas, jangan ragu untuk ajak kami berdiskusi dan mencari jalan keluarnya bersama. Biar kami buktikan bahwa Generasi Z bukan sekadar label belaka!

Related Articles